Senin, 18 Maret 2013

BAHAGIA SEBAGAI PEDAGANG


JALUR LALULITASNYA: RUMAH – MASJID – PASAR  – MASJID - RUMAH

            Setiap kita adalah seorang pedagang yang hidup menumpang di bumi Allah ini. Apapun jenis aktivitas kita maka kita termasuk seorang pedagang. Namun perdagangan yang tidak ada ruginya atau beruntung terus adalah perdagangan dengan Allah SWT, jual beli dengan Allah.   

Untuk memahami esensi perdagangan yang beruntung, maka marilah kita selami  beberapa firman Allah berikut ini!
1. Hanya keuntungan dari Allah yang terbaik: QS. Huud (11) : 86 yang artinya:
     “ Sisa (keuntungan) dari Allah[734] adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu"
     [734]. Yang dimaksud dengan sisa keuntungan dari Allah ialah keuntungan yang halal dalam perdagangan sesudah mencukupkan takaran dan timbangan.
2. Bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan dengan Allah, mereka mendapat Penghargaan dari  Allah  dengan  Surga seperti di jelaskan Allah dalam firman-Nya  QS. At Taubah (9) ayat 111 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
3. Untuk menjadikan perdagangan kita dirahmati, maka marilah kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari etika bermuammalah  yang sesuai dengan Firman Allah QS. Al-Baqarah (2) ayat 282 yang artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
     [179]. Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya (semua aktivitas hidup).
4.   Dalam perdagangan atau bermuammalah apa saja, maka hindarilah riba. Allah SWT menjelaskan kedudukan riba  dalam firman-Nya QS. Al Baqarah (2) ayat 275 yang artinya:
       Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
       [174]. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[175]. Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176]. Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
4.   Mari kita terapkan aturan Allah SWT dalam menjalankan perdagangan (jual beli)/semua aktivitas dalam kehidupan kita sehari-hari agar beruntung seperti dijelaskan Allah SWT dalam QS.  Al Jumu'ah (62) ayat 9 – 11 yang artinya berikut ini:
9. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
10. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
11. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki.
[1475]. Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya.


            Setelah kita membaca dan memahami uraian di atas, maka insya Allah kita akan menikmati kebahagian hidup dalam beraktifitas sebagai pedagang. Jalur perjalanan kita dalam beraktivitas    sehingga terus merasa bahagia adalah Rumah – Masjid – Pasar – Masjid – Rumah.
Semoga tulisan ini bermanfaat buat saudara(i)ku kapan dan di manapun berada. Dan jika ada yang kurang jelas, maka mari kita diskusikan lewat catatan komentar di bawah ini atau melalu HP no. 085250287078. Selamat berjuang, semoga Allah SWT menjadikan kita semua sebagai pedagang yang beruntung, sehingga mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat, amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar