JALUR LALULITASNYA: RUMAH – MASJID – PASAR – MASJID - RUMAH
Setiap kita adalah seorang pedagang
yang hidup menumpang di bumi Allah ini. Apapun jenis aktivitas kita maka kita
termasuk seorang pedagang. Namun perdagangan yang tidak ada ruginya atau
beruntung terus adalah perdagangan dengan Allah SWT, jual beli dengan Allah.
Untuk memahami esensi perdagangan yang beruntung, maka marilah kita selami beberapa firman Allah berikut ini!
Untuk memahami esensi perdagangan yang beruntung, maka marilah kita selami beberapa firman Allah berikut ini!
1.
Hanya keuntungan dari Allah yang terbaik: QS. Huud (11) : 86 yang artinya:
“ Sisa (keuntungan) dari Allah[734] adalah lebih baik bagimu
jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas
dirimu"
[734]. Yang dimaksud dengan sisa keuntungan dari Allah ialah keuntungan
yang halal dalam perdagangan
sesudah mencukupkan takaran dan timbangan.
2. Bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan dengan Allah, mereka mendapat Penghargaan
dari Allah dengan Surga seperti di jelaskan Allah dalam
firman-Nya QS. At Taubah (9) ayat 111 yang artinya:
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari
orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada
jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan
Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
3. Untuk menjadikan perdagangan kita
dirahmati, maka marilah kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari etika
bermuammalah yang sesuai dengan Firman
Allah QS. Al-Baqarah (2) ayat 282 yang artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu'amalah[179]
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan
dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang
mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun
besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi
Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah
itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
[179]. Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang,
atau sewa menyewa dan sebagainya (semua aktivitas hidup).
4.
Dalam perdagangan atau bermuammalah apa saja, maka hindarilah riba.
Allah SWT menjelaskan kedudukan riba
dalam firman-Nya QS. Al
Baqarah (2) ayat 275 yang artinya:
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba[174]
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila[175].
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu[176]
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.”
[174]. Riba itu ada dua macam:
nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh
orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis,
tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan
demikian, seperti penukaran emas dengan
emas, padi dengan padi, dan
sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda
yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[175]. Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176]. Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
[175]. Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176]. Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
4. Mari kita terapkan aturan Allah SWT dalam
menjalankan perdagangan (jual beli)/semua aktivitas dalam kehidupan kita
sehari-hari agar beruntung seperti dijelaskan Allah SWT dalam QS. Al Jumu'ah (62) ayat 9 – 11 yang artinya berikut
ini:
9. Hai
orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggalkanlah jual beli[1475]. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.
10.
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
11.
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah:
"Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan
perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki.
[1475]. Maksudnya: apabila
imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, maka kaum
muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua
pekerjaannya.
Setelah kita membaca dan memahami
uraian di atas, maka insya Allah kita akan menikmati kebahagian hidup dalam
beraktifitas sebagai pedagang. Jalur perjalanan kita dalam beraktivitas sehingga terus merasa bahagia adalah Rumah –
Masjid – Pasar – Masjid – Rumah.
Semoga tulisan ini
bermanfaat buat saudara(i)ku kapan dan di manapun berada. Dan jika ada yang
kurang jelas, maka mari kita diskusikan lewat catatan komentar di bawah ini
atau melalu HP no. 085250287078. Selamat berjuang, semoga Allah SWT menjadikan
kita semua sebagai pedagang yang beruntung, sehingga mendapatkan kebahagian
dunia dan akhirat, amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar