APA SAJA RAHMAT ALLAH DI DALAM AIR ZAM-ZAM? SIMAK URAIAN BERIKUT!
Allah SWT menciptakan alam beserta isinya dengan penuh rahmat. Rahmat Allah
SWT tak dapat dihitung. Air merupakan salah satu rahmat Allah untuk
makhluk-Nya yang merupakan syarat untuk dapat hidup. Sebaik-baik air
adalah air Zam-zam. Air Zam-Zam bukanlah air yang asing bagi kaum Muslimin. Air
ini mempunyai keutamaan yang sangat banyak. Rasulullah telah menjelaskan
kegunaan air tersebut. Beliau bersabda,"Sebaik-baik air yang ada di muka
bumi adalah Zam-Zam. Di dalamnya terdapat makanan yang mengenyangkan dan
penawar segala
macam penyakit."[1]
Apa rahasia dibalik air yang banyak memiliki khasiat dan penuh barakah ini?
I.
Makna Zam-Zam
Kata Zam-Zam
dalam bahasa Arab berarti, yang banyak atau melimpah [2]. Adapun air Zam-Zam
yang dimaksud oleh syari'at, yaitu air yang berasal dari sumur Zam-Zam.
Letaknya dari Ka'bah, berjarak sekitar 38 hasta.
Dinamakan
Zam-Zam, sesuai dengan artinya, karena memang air dari sumur tersebut sangat
banyak dan berlimpah. Tidak habis walau sudah diambil dan dibawa setiap harinya
ke seluruh penjuru dunia oleh kaum Muslimin.
Dinamakan
dengan Zam-Zam, bisa juga diambil dari perbuatan Hajar. Ketika air Zam-Zam
terpancar, ia segera mengumpulkan dan membendungnya. Atau diambil dari galian
Malaikat Jibril dan perkataannya, ketika ia berkata kepada Hajar.
Disebutkan
juga, bahwa nama Zam-Zam adalah 'alam, atau nama asal yang berdiri sendiri,
bukan berasal dari kalimat atau kata lain. Atau juga diambil dari suara air
Zam-Zam tersebut, karena zamzamatul ma` adalah, suara air itu sendiri.[3]
Nama lain
Zam-Zam, sebagaimana telah diketahui, antara lain ia disebut barrah (kebaikan),
madhmunah (yang berharga), taktumu (yang tersembunyi), hazmah Jibril (galian
Jibril), syifa` suqim (obat penyakit), tha'amu tu'im (makanan), syarabul abrar
(minuman orang-orang baik), thayyibah (yang baik) [4].
II.
Sejarah Munculnya Zam-Zam
Disebutkan oleh
Imam al Bukhari dalam Shahih-nya, dari hadits Ibnu 'Abbas. Suatu saat, ketika
berada di Mekkah, Nabi Ibrahim menempatkan istrinya Hajar dan anaknya Ismail di
sekitar Ka`bah, di suatu pohon besar yang berada di atas sumur Zam-Zam. Waktu
itu, tidak ada seorangpun di Mekkah, melainkan mereka bertiga. Setelah Nabi
Ibrahim Alaihissalam meletakkan kantong berisi kurma dan air, iapun beranjak
pergi. Namun Hajar mengikutinya seraya mengatakan,”Wahai Ibrahim, kemanakah
engkau akan pergi dengan meninggalkan kami sendiri di tempat yang tiada manusia
lain, atau yang lainnya?"
Pertanyaan itu
ia ulangi terus, tetapi Nabi Ibrahim tidak menengok kepadanya. Sampai akhirnya
Hajar berseru kepadanya,”Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan hal ini?”
“Ya,” jawab
Nabi Ibrahim.
"Kalau
begitu, Allah tidak akan menyengsarakan kami,” seru Hajar. Kemudian kembalilah
Hajar ke tempatnya, dan Nabi Ibrahim terus melanjutkan perjalanannya.
Sesampainya di
Tsaniyah -jalan bebukitan, arah jalan ke Kada`. Rasulullah ketika memasuki Mekkah
juga melewati jalan tersebut- dan keluarganya tidak dapat melihatnya lagi, Nabi
Ibrahim menghadap ke arah Baitullah, lalu mengangkat kedua tangannya
seraya berdoa : "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat
rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu)
agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka, dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka
bersyukur" [Ibrahim/14 : 37]
Ibunda Ismail
menyusui anaknya dan meminum dari kantong air tersebut. Hingga akhirnya air
itupun habis, dan anaknya kehausan. Dia melihat anaknya dengan penuh cemas,
karena terus menangis. Dia pun pergi untuk mencari sumber air, karena tidak
tega melihat anaknya kehausan.
Pergilah dia
menuju bukit terdekat, yaitu bukit Shafa, dan berdiri di atasnya. Pandangannya
diarahkan ke lembah di sekelilingnya, barangkali ada orang di sana. Akan
tetapi, ternyata tidak ada.
Dia pun turun
melewati lembah sampai ke bukit Marwa. Berdiri di atasnya dan memandang
barangkali ada manusia di sana? Tetapi, ternyata tidak juga. Dia lakukan
demikian itu hingga tujuh kali.
Ketika berada
di atas bukit Marwa, dia mendengar ada suara, dia berkata kepada dirinya
sendiri, "Diam!" Setelah diperhatikannya ternyata memang benar dia
mendengar suara, kemudian dia pun berkata, "Aku telah mendengar, apakah di
sana ada pertolongan?"
Tiba-tiba dia
melihat Malaikat Jibril, yang mengais tanah dengan kakinya (atau dengan
sayapnya, sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang lain), kemudian memukulkan
kakinya di atasnya. Maka keluarlah darinya pancaran air.
Hajar pun
bergegas mengambil dan menampungnya. Diciduknya air itu dengan tangannya dan
memasukkannya ke dalam tempat air. Setelah diciduk, air tersebut justru semakin
memancar. Dia pun minum air tersebut dan juga memberikan kepada putranya,
Ismail. Lalu Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Jangan takut terlantar.
Sesungguhnya, di sinilah Baitullah yang akan dibangun oleh anak ini (Ismail)
bersama ayahnya. Dan sesungguhnya, Allah tidak akan menelantarkan
hamba-Nya."
Beberapa waktu
kemudian, datanglah orang-orang dari kabilah Jurhum turun di lembah Makkah.
Mereka turun karena melihat burung -burung yang berputar-putar. Mereka
berkata,"Burung ini berputar-putar di sekitar air. Kami yakin di lembah
ini ada air," lalu mereka mengirim utusan, dan ternyata benar mereka
mendapatkan air. Utusan itupun kembali dan memberitahukan kepada orang-orang
yang mengutusnya tentang adanya air. Merekapun kemudian mendatanginya, dan
meminta izin dari Ummu Ismail, bahwa mereka akan mampir ke sana. Ummu Ismailpun
mempersilahkan dengan syarat, bahwa mereka tidak berhak memiliki (sumber) air
tersebut, dan kabilah Jurhum inipun setuju [6].
III.
Penemuan Kembali Air Zam-Zam
Ketika Abdul
Muthalib sedang tidur di Hijr Ismail, dia mendengar suara yang menyuruhnya
menggali tanah.
"Galilah
thayyibah (yang baik)!"
"Yang baik
yang mana?" tanyanya.
Esoknya, ketika
tidur di tempat yang sama, dia mendengar lagi suara yang sama, menyuruhnya
menggali barrah (yang baik)?"
Dia bertanya,
"Benda yang baik yang mana?" Lalu dia pergi.
Keesokan
harinya, ketika tidur di tempat yang sama di Hijr Ismail, dia mendengar lagi
suara yang sama, menyuruhnya menggali madhmunah (sesuatu yang berharga).
Dia
bertanya," Benda yang baik yang mana?"
Akhirnya pada
hari yang keempat dikatakan kepadanya : "Galilah Zam-Zam!"
Dia
bertanya,"Apa itu Zam-Zam?"
Dia mendapat
jawaban : "Air yang tidak kering dan tidak meluap, yang dengannya engkau
memberi minum para haji. Dia terletak di antara tahi binatang dan darah. Berada
di patukan gagak yang hitam, berada di sarang semut".
Sesaat Abdul
Muthalib bingung dengan tempatnya tersebut, sampai akhirnya ada kejelasan
dengan melihat kejadian yang diisyaratkan kepadanya. Kemudian iapun bergegas
menggalinya.
Orang-orang
Quraisy bertanya kepadanya,"Apa yang engkau kerjakan, hai Abdul Muthalib?
Dia
menjawab,"Aku diperintahkan menggali Zam-Zam," sampai akhirnya ia
beserta anaknya, Harits mendapatkan apa yang diisyaratkan dalam mimpinya,
menggali kembali sumur Zam-Zam yang telah lama dikubur dengan sengaja oleh suku
Jurhum, tatkala mereka terusir dari kota Mekkah.[6]
IV.
Keutamaan Dan Khasiat Air Zam-Zam
Dari penjelasan
Rasulullah dan para ulama dapat diketahui, bahwa air Zam-Zam memiliki barakah
dan keutamaan. Di antara dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan air Zam-Zam
dapat disebutkan sebagai berikut.
عَنْ جَابِرٍ
وَابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: مَاءُ
زَمْزَمَ لمِاَ شُرِبَ لَهُ (أخرجه أحمد وابن ماجه)
"Dari Jabir dan Ibnu 'Abbas, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,"Air Zam-Zam, tergantung niat orang yang
meminumnya."[7]
Ibnu Taimiyyah
berkata,”Seseorang disunnahkan untuk meminum air Zam-Zam sampai benar-benar
kenyang, dan berdoa ketika meminumnya dengan doa-doa yang dikehendakinya. Tidak
disunnahkan mandi dengannya (menggunakan air Zam-Zam)."[8]
وَعَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قاَلَ قَالَ رَسُوْلُ الله ِصَلىَّ اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاءُ زَمْزَمَ لمِاَ شُرِبَ لَهُ إِنْ شَرِبْتَهُ تَسْتَشْفِي
شَفاَكَ الله ُوَإِنْ شَرِبْتَهُ لِشَبْعِكَ أَشْبَعَكَ الله ُوَإِنْ شَرِبْتَهُ
لِقَطْعِ ظَمْئِكَ قَطَعَهُ اللهُ وَهِيَ هَزْمَةُ جِبْرَائِيلَ عَلَيْهِ
السَّلاَمُ وَسُقْيَا اللهِ إسْمَاعِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ
رواه الدارقطني والحاكم وقال صحيح الإسناد
رواه الدارقطني والحاكم وقال صحيح الإسناد
"Dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anh, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Air Zam-Zam sesuai dengan niat
ketika meminumnya. Bila engkau meminumnya untuk obat, semoga Allah
menyembuhkanmu. Bila engkau meminumnya untuk menghilangkan dahaga, semoga Allah
menghilangkannya. Air Zam-Zam adalah galian Jibril, dan curahan minum dari
Allah kepada Ismail."[9]
وَعَنْ أَبِيْ
الطُّفَيْلِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُهُ
يَقُوْلُ كُنَّا نُسَمِّيْهَا شَبَّاعَةً يَعْنِيْ زَمْزَمَ وَكُنَّا نَجِدُهَا
نِعْمَ الْعَوْنُ عَلَى الْعِيَالِ (رواه الطبراني في الكبير)
"Dari Abi
Thufail, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Saya mendengar
Rasulullah bersabda,”Kami menyebut air Zam-Zam dengan syuba'ah (yang
mengenyangkan). Dan kami juga mendapatkan, air Zam-Zam adalah sebaik-baik
pertolongan (kebutuhan atas kemiskinanan)". [HR Tabrani] [10]
إِنَّ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَا بِسِجِلٍّ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ
فَشَرِبَ مِنْهُ وَتَوَضَّأَ) رواه أحمد)
"Dari
Usamah, bahwasanya Rasulullah meminta untuk didatangkan segantang air Zam-Zam,
kemudian beliau meminumnya dan berwudhu dengannya" [HR Ahmad] [11]
كَانَ يَحْمِلُ
مَاءَ زَمْزَمَ ( فِيْ الأَدَاوِيْ وَالْقِرَبِ وَكَانَ يَصُبُّ عَلىَ الْمَرْضَى
وَيَسْقِيهِمْ ) ] . ( حديث صحيح)
"Disebutkan
dalam Silsilah Shahihah, adalah Rasululllah membawa air Zam-Zam di dalam
kantong-kantong air (yang terbuat dari kulit). Beliau menuangkan dan
membasuhkannya kepada orang yang sedang sakit".
إِنَّ
جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ حِيْنَ رَكَضَ زَمْزَمَ بِعَقِبِهِ جَعَلَتْ أُمُّ
إِسْمَاعِيلَ تَجْمَعُ الْبَطْحَاءَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : رَحِمَ اللهُ هَاجِراً وَأُمَّ إِسْمَاعِيْلَ لَوْ تَرَكَتْهَا
كاَنَتْ عَيْنًا مَعِيْنًا.
( صحيح )
( صحيح )
Tatkala Jibril
memukul Zam-Zam dengan tumit kakinya, Ummi Ismail segera mengumpulkan luapan
air. Nabi berkata,"Semoga Allah merahmati Hajar dan Ummu Ismail. Andai ia
membiarkannya, maka akan menjadi mata air yang menggenangi (seluruh permukaan
tanah)."[12]
وَعَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قاَلَ قَالَ رَسُوْلُ الله - صَلَّى الله
ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "خَيْرُ مَاءٍ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مَاءُ
زَمْزَمَ، فِيْهِ طَعَامُ الطَّعْمِ، وَشِفَاءُ السَّقْمِ"،
"Dari Ibnu
'Abbas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Sebaik-baik air
yang terdapat di muka bumi adalah Zam-Zam. Di dalamnya terdapat makanan yang
mengenyangkan dan penawar penyakit."[13]
Abu Dzar al
Ghifari berkata,"Selama 30 hari, aku tidak mempunyai makanan kecuali air
Zam-Zam. Aku menjadi gemuk dan lemak perutku menjadi sirna. Aku tidak
mendapatkan dalam hatiku kelemahan lapar."[14]
: كُنْتُ
أُجَالِسُ ابْنَ عَبَّاسٍ بِمَكَّةَ فَأَخَذَتْنِيْ الحْمُىَ فَقَالَ أَبْرِدْهَا
عَنْكَ بِمَاءِ زَمْزَمَ فإَِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ ( الْحُمَى مِنْ فيَحْ ِجَهَنَّمَ فَأَبْرِدُوهَا بِالْمَاءِ أَوْ قاَلَ
بِمَاءِ زَمْزَمَ ) .
"Dari
Hammam, dari Abi Jamrah ad-Duba`i, ia berkata : "Aku duduk bersama Ibnu
'Abbas di Mekkah, tatkala demam menyerangku. Ibnu 'Abbas mengatakan,
dinginkanlah dengan air Zam-Zam, karena Rasulullah mengatakan, sesungguhnya
demam adalah dari panas Neraka Jahannam, maka dinginkanlah dengan air atau air
Zam-Zam" [15]
عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : أَنَّهَا كَانَتْ تَحْمِلُ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ وَتُخْبِرُ
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ كاَنَ يَحْمِلُهُ
Dari 'Aisyah,
ia membawa air Zam-Zam. Ia mengkabarkan, sesungguhnya dahulu Rasulullah membawanya
(sebagai bekal-Pen.).[16]
Ibnul Qayyim
berkata,"Aku dan selain diriku telah mengalami perkara yang ajaib tatkala
berobat dengan air Zam-Zam. Dengan izin Allah, aku telah sembuh dari beberapa
penyakit yang menimpaku. Aku juga menyaksikan seseorang yang telah menjadikan
air Zam-Zam sebagai makanan selama beberapa hari, sekitar setengah bulan atau
lebih. Ia tidak mendapatkan rasa lapar, ia melaksanakan thawaf sebagaimana
manusia yang lain. Ia telah memberitahukan kepadaku bahwa, ia terkadang seperti
itu selama empat puluh hari. Ia juga mempunyai kekuatan untuk berjima',
berpuasa dan melaksanakan thawaf ".[17]
Beliau
rahimahullah berkata,"Ketika berada di Mekkah, aku mengalami sakit dan
tidak ada tabib dan obat (yang dapat menyembuhkannya). Akupun mengobatinya
dengan meminum air Zam-Zam dan membacakan atasnya berulangkali (dengan al
Fatihah), kemudian aku meminumnya. Aku mendapatkan kesembuhan yang sempurna.
Akupun menjadikannya untuk bersandar ketika mengalami rasa sakit, aku
benar-benar banyak mengambil manfaat darinya."[18]
Demikian
penjelasan singkat tentang air Zam-Zam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam telah memberitahukan kepada kita dan membenarkan khasiat dan keutamaan
air yang tak pernah kering tersebut, meskipun setiap hari diambil oleh banyak
manusia. Dengan mengetahui secara sepintas air Zam-Zam ini, maka hendaknya
dapat meningkatkan dan memperkuat sandaran dan ketergantungan kita kepada
Allah. Dia-lah yang Maha Penguasa mengatur segala yang kehendaki-Nya.
Wallahu a'lam.
Wallahu a'lam.
Sumber Bacaan :
- Shahihul-Bukhari, 3/1190, Cet Daar Ibnu Katsir, al Yamamah, Beirut.
- Fat-hul Bari, 6/402, Cetakan tahun 1379, Darul Ma`rifah, Beirut.
- Shahih Muslim, 4/1919, Cetakan Dar Ihya Turats Arabi, Beirut.
- Syarh Nawawi 'ala Muslim, 8/194, Cetakan Dar Ihya` Turats al Arabi, Beirut.
- Sunan Tirmidzi, 3/295, Cetakan Dar Ihya` Turats al Arabi, Beirut.
- Bidayah wan-Nihayah, Ibnul Katsir, 2/244-245, Cetakan Maktabah al Ma`arif, Beirut.
- Musnad Ahmad, Cetakan Muassasah al Qurtubah, Mesir, halaman 1/291.
- Zaadul Maad, Cetakan Muassasah ar Risalah, Beirut, 4/162.
- Shahih Sirah Nabawiyah, al Albani, Cetakan al Maktabah Islamiyah, Beirut.
- Shahih Targhib wa Tarhib, al Albani, Cetakan al Maktabah Islamiyah, Urdun, Beirut
- Irwa-ul Ghalil, al Albani, Cetakan al Maktabah Islamiyah, Beirut.
- Mukhtashar Irwa`, al Albani, Cetakan al Maktabah Islamiyah, Beirut.
- Manasik Haji wal Umrah, al Albani, Cetakan al Maktabah Islamiyah, Beirut.
- Al Mutli` 'ala Abwabul-Fiqh, al Bali, Cetakan Maktab al Islami, Beirut, halaman 1/200.
- Kementerian Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan Saudi Arabia, internet. www.al-islam.com
- Kamus al Munawir, Edisi II, Cetakan Pustaka Progessif.
- Shahihul-Bukhari, 3/1190, Cet Daar Ibnu Katsir, al Yamamah, Beirut.
- Fat-hul Bari, 6/402, Cetakan tahun 1379, Darul Ma`rifah, Beirut.
- Shahih Muslim, 4/1919, Cetakan Dar Ihya Turats Arabi, Beirut.
- Syarh Nawawi 'ala Muslim, 8/194, Cetakan Dar Ihya` Turats al Arabi, Beirut.
- Sunan Tirmidzi, 3/295, Cetakan Dar Ihya` Turats al Arabi, Beirut.
- Bidayah wan-Nihayah, Ibnul Katsir, 2/244-245, Cetakan Maktabah al Ma`arif, Beirut.
- Musnad Ahmad, Cetakan Muassasah al Qurtubah, Mesir, halaman 1/291.
- Zaadul Maad, Cetakan Muassasah ar Risalah, Beirut, 4/162.
- Shahih Sirah Nabawiyah, al Albani, Cetakan al Maktabah Islamiyah, Beirut.
- Shahih Targhib wa Tarhib, al Albani, Cetakan al Maktabah Islamiyah, Urdun, Beirut
- Irwa-ul Ghalil, al Albani, Cetakan al Maktabah Islamiyah, Beirut.
- Mukhtashar Irwa`, al Albani, Cetakan al Maktabah Islamiyah, Beirut.
- Manasik Haji wal Umrah, al Albani, Cetakan al Maktabah Islamiyah, Beirut.
- Al Mutli` 'ala Abwabul-Fiqh, al Bali, Cetakan Maktab al Islami, Beirut, halaman 1/200.
- Kementerian Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan Saudi Arabia, internet. www.al-islam.com
- Kamus al Munawir, Edisi II, Cetakan Pustaka Progessif.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun
X/1427H/2006. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_________
Footnotes
[1]. Hadits hasan. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib, Syaikh al Albani, 2/18.
[2]. Lihat Nihayah, Ibnul Atsir, 5/605, 2/779; al Mutli` 'ala Abwabul-Fiqh, Abu Fath al Ba'li, halaman 200; kamus al Munawir, 583.
[3]. Lihat Ibnul Atsir, 2/779; al Mutli` 'ala Abwabul-Fiqh, Abu Fath al Ba'li, 1/200; Syarh Nawawi ala Muslim, 8/194.
[4]. Lihat al Mutli` 'ala Abwabul-Fiqh, Abu Fath al Ba'li, 1/200.
[5]. Lihat Fat-hul Bari, 6/402; Shahih Sirah Nabawiyah, al Albani, 40, Kementerian Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan Saudi Arabia, www.al-islam.com.
[6]. Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir, 2/244-245.
[7]. Hadits shahih. Lihat Irwa-ul Ghalil, al Albani, 1/218.
[8]. Lihat Hajjatun-Nabi, al Albani, 1/117.
[9]. Hadits hasan li ghairihi. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib, al Albani, 2/19.
[10]. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib, al Albani, 2/19
[11]. Hadits hasan. Lihat Mukhtasar Irwa-ul Ghalil, al Albani, 1/3.
[12]. Silsilah Shahihah, 4/232.
[13]. Hadits hasan. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib, al Albani, 2/18.
[14]. Lihat Shahih Muslim, 4/1919, Cetakan Dar Ihya Turats Arabi, Beirut. Lihat Shahih Sirah Nabawiyah, al Albani, 129.
[15]. Lihat Shahihul-Bukhari, 3/1190, Cetakan Dar Ibnu Katsir, al Yamamah, Beirut. Dalam riwayat yang sama terdapat dalam Musnad Ahmad. Shuaib al Arnauth mengatakan, bahwa sanadnya shahih sesuai dengan syarat shahihain. Lihat Musnad Ahmad, halaman 1/291, Cetakan Muassasah al Qurtubah, Mesir.
[16]. Hadist hasan, sebagaimana yang dikatakan oleh Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al Albani. Lihat Sunan Tirmidzi, 3/295, Cetakan Dar Ihya` Turast al Arabi, Beirut.
[17]. Lihat Zaadul Maad, 3/192, Cetakan al Misriyah.
[18]. Lihat Zaadul Maad, 4/162, Cetakan Muassasah ar-Risalah, Beirut
_________
Footnotes
[1]. Hadits hasan. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib, Syaikh al Albani, 2/18.
[2]. Lihat Nihayah, Ibnul Atsir, 5/605, 2/779; al Mutli` 'ala Abwabul-Fiqh, Abu Fath al Ba'li, halaman 200; kamus al Munawir, 583.
[3]. Lihat Ibnul Atsir, 2/779; al Mutli` 'ala Abwabul-Fiqh, Abu Fath al Ba'li, 1/200; Syarh Nawawi ala Muslim, 8/194.
[4]. Lihat al Mutli` 'ala Abwabul-Fiqh, Abu Fath al Ba'li, 1/200.
[5]. Lihat Fat-hul Bari, 6/402; Shahih Sirah Nabawiyah, al Albani, 40, Kementerian Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan Saudi Arabia, www.al-islam.com.
[6]. Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir, 2/244-245.
[7]. Hadits shahih. Lihat Irwa-ul Ghalil, al Albani, 1/218.
[8]. Lihat Hajjatun-Nabi, al Albani, 1/117.
[9]. Hadits hasan li ghairihi. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib, al Albani, 2/19.
[10]. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib, al Albani, 2/19
[11]. Hadits hasan. Lihat Mukhtasar Irwa-ul Ghalil, al Albani, 1/3.
[12]. Silsilah Shahihah, 4/232.
[13]. Hadits hasan. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib, al Albani, 2/18.
[14]. Lihat Shahih Muslim, 4/1919, Cetakan Dar Ihya Turats Arabi, Beirut. Lihat Shahih Sirah Nabawiyah, al Albani, 129.
[15]. Lihat Shahihul-Bukhari, 3/1190, Cetakan Dar Ibnu Katsir, al Yamamah, Beirut. Dalam riwayat yang sama terdapat dalam Musnad Ahmad. Shuaib al Arnauth mengatakan, bahwa sanadnya shahih sesuai dengan syarat shahihain. Lihat Musnad Ahmad, halaman 1/291, Cetakan Muassasah al Qurtubah, Mesir.
[16]. Hadist hasan, sebagaimana yang dikatakan oleh Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al Albani. Lihat Sunan Tirmidzi, 3/295, Cetakan Dar Ihya` Turast al Arabi, Beirut.
[17]. Lihat Zaadul Maad, 3/192, Cetakan al Misriyah.
[18]. Lihat Zaadul Maad, 4/162, Cetakan Muassasah ar-Risalah, Beirut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar